Cari Blog Ini

Jumat, 24 Agustus 2012

Selama Anda Cinta, Anda Masih Memiliki Harapan

Namaku Radis, kalian boleh panggil aku Dis atau apapun sesuka kalian. Asal jangan panggil aku belut listrik, hanya Kikan yang berhak. Walaupun dia sering memanggilku dengan sebutan itu, namun menurutku itu adalah panggilan sayang terindah yang selalu disebutnya. Oh iya, perkenalkan, Kikan adalah sahabat terbaikku selama dua belas tahun. Kita memang berteman dari masih ompong sampai sekarang ini. Selalu satu sekolah, menginjak gedung yang sama, menempati ruangan kelas yang sama, Selalu melakukan hal bersama-sama. Seperti, mengerjakan tugas, bermain sepeda, menulis lagu, bermain gitar, jalan-jalan, akan sepi dan terasa kurang jika satu hari saja kami tidak bersama-sama. Kikan adalah anak yang unik, tidak pernah malu melakukan hal konyol, periang, menyenangkan, selalu membuat tertawa banyak orang dan sedikit ceroboh. Tanpa dia, mungkin aku tidak akan seceria ini.

"Dis, jelasin dong jatuh cinta itu seperti apa?" Tanya Kikan dengan nada serius.
"Seperti yang tidak mungkin terjadi sama kamu." Jawab Radis dengan tawanya yang khas.
"Eh belut, gatau orang lagi serius apa."..."Kalau kita berada disamping seseorang lalu tiba-tiba ada debaran kencang yang tidak keruan, itu cinta kan?." Kikan semakin serius.
"Jadi, lagi jatuh cinta nih?"
"mungkin.......iya."
"Harus pesta, ini harus pesta. HAHAHA"
"Ngeledek melulu Dis, Dikata aku alien apa."

Kami tertawa-tawa dibawah sinar bulan dan kilauan bintang yang bertaburan nan indah dilangit. Bahkan lebih indah dari biasanya. Berbaring diatas genting lalu saling bercerita adalah salah satu kebiasaan yang sering kami lakukan jika matahari telah berganti jam kerjanya. Dan ketika itu pula Kikan selalu terbawa suasana, sehingga mengantuk dan ketiduran. Aku menatapnya dalam, wajahnya yang polos, keceriaan dibalik senyumnya. Kikan...Sesungguhnya jatuh cinta itu seperti ini. Aku bahagia melihatmu bahagia, Selalu ingin melihatmu tersenyum setiap saat, Selalu ingin melindungimu. Aku memang pengecut, tidak pernah berani mengatakannya walaupun genderku adalah laki-laki yang semestinya memiliki keberanian yang tinggi. Akan tetapi lagi-lagi tertahan ditenggorokan setelah tau bahwa kamu sedang jatuh cinta. Aku hanya tidak ingin egois, dan merusak kebahagiaanmu, maaf aku telah tidak jujur. Semoga orang yang kamu cinta bisa mencintai kamu sepenuhnya, dan tidak akan mengecewakanmu karena kamu adalah orang pertama yang aku lihat begitu tulus walaupun agak sedikit error. Karena kalau kamu sedih, aku akan merasakan hal yang sama.

-----

Pagi ini sekolah kami mengadakan camping dihutan dekat pedesaan selama tiga hari seminggu setelah usai Ujian Nasional diselenggarakan. Acara ini memang rutin dilakukan sekolah kami, untuk menghilangkan penat dan stress para siswa dan siswinya.

"Semangat banget."
"Harus dong Dis, bakalan terus-terusan berdebar soalnya, hehehe."
"Siapa sih, cerita dong. Gak bakalan disebar kok, gak percaya Radis sekarang?" Dengan mimik berpura-pura bahagia.
"Nanti Dis, ada waktunya kamu bakalan tau sendiri. Oke, Perpisahan, aku bocorin semuanya."
"Janji?"
Aku dan Kikan saling melilitkan kelingking satu sama lain. Berjanji ditemani butiran-butiran embun dan sejuknya udara pagi. Kikan tidak pernah lupa membawa SLR-nya kemanapun ia pergi, terkadang ke kamar mandi saja ia hampir tidak pernah lupa membawanya, apa yang dilakukannya, dan yang lebih aku bingung, aku tidak pernah diijinkan untuk meminjamnya, sepertinya isinya begitu penting dan rahasia untuk aku ketahui. Kecewa sih tidak, hanya penasaran. Toh apa bedanya sekarang dan nanti, sama-sama aku harus mendengar cerita buruk. Sama-sama aku harus melepas kamu sebagai perempuan seutuhnya, yang butuh dicinta dan mencintai, yang tidak lagi ingin terus dibuntuti seorang laki-laki yang hanya berstatus sebagai teman dekatnya dari masih jaman orok. Sebenarnya semua itu sudah kuberikan, namun mungkin dia tidak menganggapnya apa-apa, aku mengerti. 
Kami sampai disekolah, bis-bis yang akan mengangkut kita sudah siap dihalaman. Aku duduk disebelah Kikan yang selalu asik dengan buku catatan yang selalu dia bawa ketika bepergian jauh. Satu jam, dua jam perjalanan. Semua murid sudah berada didalam mimpinya masing-masing, hanya aku yang tersadar, tidak ingin tidur untuk menikmati perjalanan. Kikan tertidur begitu pulasnya. Saat itu, rintik-rintik air hujan turun begitu derasnya sehingga jalanan menjadi licin. Sampai kecelakaan itu tiba, Bis yang kami tumpangi terpelincir dan menabrak pohon besar. Aku tidak ingat apa-apa lagi. Yang kuingat sebelum kejadian itu, aku sempat berhasil mengambil buku catatan penting yang digenggam erat oleh Kikan dan menggenggam tangan kirinya keras-keras. Semua murid berteriak sampai aku tidak mendengar apa-apa, jatuh pingsan akibat terkena pecahan beling jendela bis disebelahku. Beberapa jam kemudian aku tersadar, aku hanya mengalami banyak luka ringan. Dengan tidak memperdulikan kepala yang begitu perih serta memar-memar yang semakin melinu, aku terengah-engah mencari Kikan hingga aku menemukannya diruang UGD. Lukanya parah, hampir semua tubuhnya dibalut kain kassa. Aku perih melihatnya, merasakan sakit yang dideritanya, tidak tega untuk terus melihatnya. Lama-kelamaan aku membaik, bersama teman-teman lain yang masih diberi hidup. Kikan dipindahkan kerumah sakit yang lebih dekat dengan rumahnya. Setiap hari aku datang menjenguknya, untuk menemaninya, untuk menceritakan banyak hal yang tidak kami jalankan bersama-sama akhir-akhir ini, aku selalu menunggunya untuk terbangun, selalu.

"Kikan..hari ini kelulusan, kita lulus. jumlah nilai kamu lebih besar dari Radis, oke Radis ngaku kalah. Radis gak lupa sama janji Radis buat beliin semangkuk ice cream caramel choco-chok. ini kesukaanmu, jangan dibiarkan mencair diatas meja tanpa kamu sentuh. Kikan bangun, aku ingin melihat tawamu lagi Kikan aku rindu."

Tidak kuasa aku menahan butiran-butiran air mata yang begitu banyak berterjunan dan membasahi pipiku. Hari-hariku terasa kelabu. Aku mengingat buku catatan Kikan yang masih kusimpan baik-baik, walaupun aku tidak bisa membersihkan darah-darah kering yang kini menghiasi covernya. Aku ingin membukanya, namun aku tidak ingin mengecewakannya karena berani melakukan hal itu. Aku mencoba menahan rasa penasaranku. Aku hanya melihatnya dengan tatapan kosong dari kejauhan, membayangkan Kikan sedang menulisi lembarnya lalu ku intip dan kemudian dia akan begitu kesal. Aku rindu, sudah sebulan penuh kamu bernafas dengan alat bantuan. Aku rela memberikan nafasku, asal kamu bisa hidup bahagia dengan orang yang kamu cintai.
Malam perpisahan tiba, Kikan, seharusnya kamu disini, menyaksikan dirimu sendiri naik keatas panggung dengan menerima tiga medali emas hasil jerih payah mu selama sekolah Kikan. Aku bangga dalam sakit yang luar biasa. Kikan, kamu bermimpi apa hingga kamu begitu betah untuk tertidur dan meninggalkan hari-harimu.

"Apa kamu tidak ingat janjimu untuk memberitahuku siapa yang kamu cintai? Aku rela mendengarnya asal kamu terbangun dan kemballi seperti biasanya. Kikan, aku tau kamu orangnya tidak pernah ingkar jani." Sedikit-sedikit air mataku menetes dan membasahi lengannya. Aku melihat pergerakan jarinya, lambat-lambat hingga kudengar suara yang tidak asing namun agak lirih.

"Dis...Dis...Dis...Radis...."
"Kikan, syukurlah kamu sadar juga, aku cemas Kikan serius deh."
"Hahaha, aku mau menepati janji."
"Sudahlah itu bisa nanti, sekarang kamu istirahat yang banyak yah."

"Dis, ambil dan baca buku catatan yang sering aku bawa kemanapun itu sekarang yah, itu jawaban."

Aku mengikuti kemauannya, Aku meraih buku itu didalam tasku. Membuka lembaran pertamanya. Aku melihat disudut halaman, tersimpan sebuah foto sewaktu aku dan Kikan wisuda TK. lalu kubaca kutipannya.

"Awalnya aku tidak begitu mengerti tentang perasaan ini dan menganggapnya acuh. Setelah aku beranjak dewasa, aku sering membaca novel dan menonton film sehingga aku mengerti ini adalah cinta. Aku mencintai seseorang yang selalu ada disetiap hari-hariku. Ketika aku menangis, ketika aku jatuh sakit, ketika aku tertawa, ketika aku sedang ceroboh, dia tidak pernah lupa untuk ada disampingku dan membuatku berdebar tidak keruan. Dia adalah penyemangat dan penyelamat. Aku tidak tau bagaimana ini berawal, sampai akhirnya aku menyadari sesuatu ketika aku merasakan cemburu yang begitu dahsyat saat melihatmu berdekatan dengan cewek lain. Aku marah tanpa sebab saat itu dan membuatmu bingung, maafkan aku."

Lalu lembaran selanjutnya, Foto ketika aku menggendong Fasya ketika cedera kaki saat olah raga pekan.

"Aku memotret ini tidak sengaja saat aku buru-buru meraih SLR diatas tasku. Saat itu hatiku jauh lebih linu dari pada kakiku ketika bertabrakan saat akan men-shoot bola ke-ring basket dan dihadang Fasya. Namun aku cepat-cepat ditolong pelatih dan dibawa kepinggir lapangan. Rasanya aku ingin bertukar tempat dengan fasya. Ingin bergelantungan dipunggungnya yang kokoh. Ingin dipeluk dan memelukmu. Mungkin dengan cara itu kakiku akan cepat membaik."

Kemudian fotoku saat menjinakan anjing.

"Kamu terlihat lucu dipotretku selanjutnya. tetap semangat untuk menjinakan anjing-anjing pelacak itu ya Dis. Aku tau hal itu bukan perkara sulit untukmu, kamu orang yang ramah dan penyayang binatang, anjing-anjing itu akan cepat jinak. Semangat:)"

Foto selembar catatan tugas.

"Hari itu aku begitu lelah untuk mengerjakan tugas dan tertidur dikamarmu. Esoknya aku terbangun dengan cemas karena aku belum mengerjakan tugasku. Tapi aku melihat bukuku sudah terisi penuh dengan tulisan seperti ceker ayam yang kukenal ini tulisanmu dengan catatan -lain kali kalau ada tugas dari guru killer, isi dulu baru tidur, dasar kebo- Aku bahagia saat itu Dis, terima kasih kamu sudah mau berkorban banyak untukku."

Kini, halaman terakhir. Foto kami berdua saat diatas genting. Aku terkejut ketika Kikan mengambil potret dia sedang mencium pipiku.

"Sebelumnya aku minta maaf telah lancang mengambil potret ini dan sudah berani mencium pipimu. Saat aku tidak sadar tertidur diatas genting saat sedang mendengarkan kamu bercerita, lalu terbangun karena mimpi buruk, dan aku melihat kamu sedang tertidur begitu pulas juga Dis. Mukamu selalu lucu ketika tertidur, dan pipimu selalu mengatakan say hay untuk aku cium, aku lari seribu kaki turun ke kamar dan mengambil SLR lalu menciummu dan memotretnya memakai timer. Selebihnya aku tidak melakukan apapun ko Dis. Percaya ya. Dis, maaf selama ini aku tidak pernah memperbolehkan kamu untuk melihat isi SLR-ku, bukan apa, karena isinya semua adalah gambarmu dengan segala kelakuan gilamu. Maafkan juga aku belum berani mengatakannya, kamu boleh bilang aku ciut, preman ciut takut belut listrik atau gengsi dan apapun itu. Entah mengapa aku hanya berfirasat untuk memberikan buku ini pada saat perpisahan Dis. Sesungguhnya hanya kamu yang selalu membuat hatiku berdebar tidak keruan, aku hanya berusaha untuk tidak terlihat dan menyembunyikan suara degub yang kencang. Hanya ada kamu difikiranku sekarang, saat aku menulis dan selamanya. Aku bahagia jika setiap hari kamu memenuhi hari-hariku. Sekarang kamu telah mengetahui semuanya. Aku telah menepati janjiku. Jangan lagi penasaran, aku mencintaimu Belut Listrik."

Baru saja aku selesai membacanya, Kikan kembali tidak sadarkan diri. Dan kini selamanya dia tidak akan kembali terbangun. Tidur untuk selamanya dalam senyum yang begitu simpul. Tak kuasa sungguh, aku ingin ikut tidur bersamanya.

"Kikan, firasatmu benar. Namun langkahmu salah, seandainya kamu mengatakannya lebih cepat, kamu akan mendengar dan mengetahui bahwa jawabanku adalah sama, bahwa selama ini aku juga mencintaimu. Atau mungkin aku lah yang lebih pengecut, kalau saja aku memberitahumu lebih awal, mungkin tidak akan seperti ini Kikan. aku menyesal tidak pernah mengatakannya padamu. Aku hanya tidak rela ketika kamu mengatakan sedang jatuh cinta dan tidak terfikirkan sama sekali dibenakku kalau itu adalah aku. Maafkan aku Kikan karena kamu tidak pernah mendengar jawabannya. Selamat tidur panjang. Aku juga mencintaimu. Sangat mencnintaimu"








 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar