Cari Blog Ini

Minggu, 01 April 2018

Sky Chapter 2 (Sebuah Harapan)

Suara bising hairdryer saling balap dengan suara Dave Gorhl lead singer Foo Fighters yang lagi nyanyiin lagu walking after you, dihandphone yang dibiarkan tergeletak sembarang dilantai, tidak lupa pakai volume paling kencang. Bikin siapapun yang mendengarnya jelas pasti pusing apalagi kalau sesekali terdengar suara cewek yang mengikuti gaya nyanyi Dave. Ini adalah pemandangan ricuh pagi hari disebuah kamar yang jendelanya dibiarkan terbuka, cahaya mentari pagi menjadi lampu alami di kamar asri milik cewek tengil yang lagi sibuk menata rambutnya yang hanya sampai anting dan berponi depan. Emang Sky paling anti punya rambut panjang, sekali panjang pasti gatel untuk langsung dipotong.
Pemandangan lain disini yaitu pakaian yang berserakan mulai dari kasur hingga lantai. Berkali-kali fitting baju, enggak juga kelar, ngerasa belum ada yang cocok buat melengkapi style dia yang padahal cuma mau jalan bareng mantan. Sky rasa, dia harus tampil amat cantik amat menarik supaya Daru nyesel sudah ninggalin dia tiba-tiba.
Akhirnya setelah 140 menit berlalu Sky selesai dengan perkara siap-siapnya yang dimulai dari rambut, pakaian, tas, sepatu, bahkan sampai kaus kaki saja dia harus matching, walaupun kesempurnaan hanya milik sang pencipta, pokoknya Sky hari ini harus keliatan sempurna.
Tidak lama Sky mendengar suara mobil yang tidak asing lalu terhenti tepat didepan rumah, dia menengok sejenak ke jendela sebelum menutupnya, memastikan bahwa yang baru datang itu benarlah Daru. 
Daru melambaikan tangannya ke arah jendela, memberikan senyum khas dia yang menurutnya paling manis. Sky langsung berlari turun kebawah.
"Ibu..., Sky pergi dulu yah." Dibarengi peluk sambil memberikan cium di kedua belah pipi ibunya.
"Iya, jangan kemaleman pulangnya. Inget, itu kan cuma mantan kamu." Ibu meledek Sky, dia tertawa girang sedirian sampai sampai keluar air mata dan tak bisa berkata-kata.
"Aaaah ibu, jangan mulai deh..." Sky memukul pundak ibunya pelan untuk menyadarkan dari tawanya yang tiada henti. Ibunya membalas dengan suara yang bergetar, berbicara sambil tawa terus menerus.
"Iya habis lucu, giliran perginya sama mantan wangi banget. Waktu masih pacaran diajak jalan kadang belum mandi sudah pergi. Terus terus sudah gitu kamu..."
Sky memotong pembicaraan ibunya. Sambil mendorong-dorong tubuh kecil milik ibunya itu ke arah dapur dengan masih saja menertawai tingkah laku Sky yang malu-malu hingga pipinya kemerahan, maksudnya sih supaya gak ikut antar ke pintu takut ngomong yang aneh-aneh sama Daru. 
"Iyaaaa ibu cantik iyaaaa. Terusin tuh bikin sayur asemnya awas salah masukin bumbu tuh tar papah ngambek, ko sayur asem manis sih. (Meledek pakai nada papah sambil tertawa). Nanti pulangnya Sky bawain mie Tektek si Joey ya supaya ibu ga berisik terus."
Sky berjalan cepat kearah luar. Melihat Daru yang menunggu sambil menyandarkan tubuhnya di pintu mobil. Sepeti biasa, Daru masih sama. Masih membukakan pintu mobil sebelum Sky masuk, lalu menutupnya dengan perlahan. Setelah masuk masih memasang musik yang sama, masih menyanyikan liriknya dengan salah, masih saja ceroboh kalau melakukan sesuatu.
"Kita kemana?" Akhirnya Sky memecahkan suasana canggung diantara mereka berdua yang saling diam sedari tadi.
"Nonton, Aku udah beli tiketnya. Kamu tau sampai saja." Daru menjawab tenang.
Didalam pikiran Sky, mereka bakal dateng ke sebuah cafe, terus ngobrol-ngobrol perihal urusan mereka sampai semua unek-unek termuntahkan. Kalau ke bioskop sih gimana ceritanya bakalan ngobrol?, kalau nonton dulu waktu untuk ngobrolnya akan berkurang dan tidak akan berkualitas, sebesit dipikirannya.
"Hey, Sky, hey... Mau kan? Kok ngelamun?" Daru menyadarkan Sky dari lamunannya. 
"Eh... Iya. Oh iya iya nonton ya? Iya deh boleh iya.." Jawab Sky sambil nyengir gak jelas dibarengi cara ngomong yang terbata-bata.
Sore itu cerah, langit tidak menangis, langit juga tidak marah, tak hujan tak panas, teduh, cuaca yang medukung. Disepanjang perjalanan mereka berbincang sambil sesekali tertawa terbahak-bahak, lalu merepeat Edson - Sunday Lovely Sunday seakan-akan mereka sedang ada di tempat karaokean, membuka kaca mobil dan bernyanyi dengan suara keras sambil memandangi perjalanan yang bisa dibilang lancar untuk hari Minggu sore, sampai tidak sadar kalau mereka sudah sampai.
"Eh, kamu gasalah liat jam tayangnya lagi kan? Tar gagal lagi yang katanya mau nonton."
"Engga Sky tenang, kali ini aku hati hati banget. Gak telat kan kalau mau nonton jam 13.00?." Balas Daru dengan nada seriusnya.
"Tuhkaaaaan...."
Sky menarik tangan Daru lalu mereka berjalan cepat, tidak memperhatikan langkah, terkadang Sky menyenggol dan menabrak orang-orang yang berjalan dihadapannya.
Sky terus memandangi jam ditangan mungilnya, jarum jam pendek tertuju hampir kearah angka tiga, sedangkan jarum jam panjang tertuju pada angka sembilan sampai mereka sampai di pintu depan audi 4.
"Filmnya juga bentaran lagi kelar, gak rubah deh. Jadi gimana? Sia-sia nih, kan lumayan tiketnya" wajah Sky berubah kecewa.
"Gila, gak habis fikir. Salah lagi, dikira jam 3 kan." Daru nyengir kuda, lalu menarik tangan Sky kearah antrian tiket yang panjangnya bikin perih mata.
"Yaudah, kita beli lagi aja tiketnya. Easy, gak usah dibikin ribet kan." Sambil senyum, Daru menyuruh Sky untuk menunggu sambil duduk dan membiarkan dia yang memang salah mengantri tiket yang dibeli kedua kalinya.
Tapi lagi-lagi dewa keberuntungan memihak mereka yang emang sering sebodoh itu, masih ada stock tiket untuk dua orang dijam paling dekat agar tidak menunggu terlalu lama. Film ini memang ramai ditunggu orang, karena diangkat dari Novel terlaris buatan Penulis ternama. Setelah mendapatkan tiket, mereka keluar untuk mencari udara, disana pengap terlalu banyak manusia.
Daru berjalan didepan Sky yang mengikutinya dibelakang. 
Sky berjalan sambil memperhatikan orang-orang disekitarnya dengan kesibukan masing-masing. Sampai tanpa sengaja dia seperti melihat orang yang tidak asing baginya, Sky terus memandangi orang itu sampai berlalu. Setelah mereka saling tatap sejenak, anehnya orang itu juga berjalan cepat dan menghilang dikeramaian. Dia terus nengok-nengok belakang. Lagi dan lagi nengok kebelakang. 
"Sky, ayok jalannya cepet." dari Daru dikejauhan.
Berjalan dengan wajah penuh tanya dia menghampiri Daru. Daru tidak menahu soal Genta, karena ya Sky juga tidak pernah ada urusan apa apa sama Genta. Dan Daru juga tidak pernah tanya siapa Genta, kalaupun dia sempat pinjam handphone Sky dan melihat akun media sosialnya dimana Sky tidak pernah end chat chatting dengan siapapun dan jelas sih ada Genta yang suka iseng kirim pesan. Daru tidak pernah sepenasaran itu. Jadi ya Daru juga engga akan ngenalin Genta. Makanya dia cuma bisa kebingungan sendiri. 
"Itu bukannya Genta ya? Fix sih itu Genta". Sky bertanya-tanya pada dirinya sendiri dalam hati. Terus menerus bertanya dan menjawab sendiri dalam benaknya.
Sky berjalan tapi pikirannya berkeliaran, terus berpikir keras kalau tadi dia memang melihat Genta. Sampai Daru ngomong apapun dia cuma jawab iya saja. Dipikirannya cuma, "Sial, gak enak hati gue, seharusnya hari ini kan nonton ini film sama Genta. Terus gue dingin aja gitu papasan pas habis ingkar janji". Dan sialnya lagi bukan cuma ketemu didalem Mall yang sama, Bioskop yang sama, tapi juga di auditorium yang sama dan di jam yang sama pula. 

Lima menit sebelum film diputar, orang-orang mulai memenuhi pintu audi yang baru dibuka. Petugas bioskop merobek satu demi satu tiket dari calon penonton film sebelum masuk ruangan. Sky melihat Genta yang antri jauh didepannya, dan dia, 'sendirian'. Di dalam bioskop, Genta duduk tiga baris lebih depan dari Sky. 
Setelah film mulai, Sky membiarkan pikirannya menikmati berjalannya film untuk sementara tidak memikirkan hal lain. Sampai film telah selesai, Sky melihat Genta langsung pergi dengan langkah kaki yang cepat meninggalkan ruangan audi. 
Daru merangkul Sky tanpa satupun perkataan, mengajak keluar bioskop menuju tempat makan cepat saji favorit mereka. Daru mendahului Sky untuk memesan makanan sebelum Sky sempat mengeluarkan suaranya. Dia masih sangat ingat apa yang akan dipesan olehnya. Sky sedikit terenyuh. Mereka menikmati makanan masing-masing dengan hening. Sky masih menebak apakah yang sedari tadi dia lihat itu benarlah Genta atau hanya ilusi semata akibat perasaan bersalahnya. Sedang, Daru tenggelam dalam sunyi karena bingung kalimat yang akan diutarakan harus dimulai dari mana. Mereka berkutat dalam angannya masing-masing.
"Berita aku balikan sama Kesya gak bener kok Sky." Pecah Daru.
"Lah santai aja kali, mau bener juga gak kenapa ko." Sky senyum sedikit nyinyir.
Daru menangkis ucapan Sky secepat kekuatan pukulan overhead yang diarahkan secara menukik dan dilakukan dengan kekuatan penuh, yang disebut smash pada permainan bulu tangkis. "Sumpah, kita cuma memperbaiki komunikasi yang sempat hilang. Supaya yasudahlah, hidup gak perlu punya musuh. Sebentar lagi juga kan kita udah sibuk kuliah, tandanya ya sudah dewasa."
"Iya Daru iya. Kalem aja bilangnya kalem." Sky tertawa melihat begitu ngototnya Daru. Tapi Daru terus berkata serius didukung dengan mimik wajahnya yang Sky tahu kalau dia memang lagi serius.
"Tapi kalau sama kamu beda Sky. Aku ajak kamu bukan ya supaya gak punya musuh bukan juga basa basi. Cuman kayaknya, kemarin tuh lagi emosi sesaat. Kalau aku tarik ucapan waktu itu gimana? Kita balik lagi, maafin Daru. Gak ada yang kaya kamu lagi Sky. Maafin Daru, yah?" 
Sky terdiam kaku, bukan karena merasa terkejut. Bukan juga bahagia, justru yang dia aneh adalah, detik ini perasaan dia ke Daru 100% sudah hilang. Benar-benar tiba-tiba. Padahal baru tadi siang dia sempat berpikir kalau Daru ajak balikan dia mau langsung jawab iya saja. Dan itu semua hilang begitu saja, dalam jarak waktu belum 24 jam. Sky bosan, butuh suasana baru. Tidak peduli lagi apa yang diucapkan Daru.
"Iya, iya aku maafin salah kamu. Tapi kayanya untuk balik lagi, aku gak bisa bilang iya. Maaf ya. Kita benar-benar sudahi saja."

*
Malam itu benar-benar hari terakhir mereka jalan bareng. Daru terus berkata kalau malam ini anginnya begitu dingin dan pasti dirasakan sama oleh sebagian orang yang sedang patah hati. Sebaliknya, hal menyenangkan datang bagi Sky yang lagi menikmati kesuksesan melewati masa-masa galau. Memang benar kata orang, cowok boleh gak galau kalau baru putus. Pas sudah sadar yang paling memahami siapa, seenak jidat minta balik lagi. Cewek boleh galau segila apa pas baru putus, tapi jangan menyesal karena setelah melewati tahap itu mereka akan kuat pendirian untuk tidak lagi menyentuh masa yang sudah lalu.
Dirumah, Sky langsung merebahkan badan diatas kasur. Dalam lamunan dia teringat kembali soal Genta. "Oh iya, apa kabar ya si Genta" terlintas dalam pikirannya. Dia langsung bangkit dan mencari handphone didalam tas yang ia simpan diatas meja.
"Selesai sudah beresin masalah sama Daru, jadi kita bisa nonton besok." 
Tetiba saja Sky mengirim pesan buat Genta. Padahal kemarin dia sudah jelas cuman batalin janji, tidak bilang untuk mengundur hari. Sky hanya iseng, tidak terlalu berharap Genta menghiraukan dia. Dipikirannya orang yang sudah di beri harapan kosong yasudah akan kecewa. Tapi tidak lama handphone Sky bergetar. 
"Bener? Yaudah sih ayok."
Sky langsung tertawa. Dalam hatinya, "Gila ini orang, giat amat".
"OK, tapi paginya daftar ospek kampus dulu ya. Mau anter?" Balas Sky.

*
Dari kejauhan, sebenarnya Genta benar menonton film sendirian tadi sore. Dan setelah nonton film langsung balik ke Bogor, apalagi setelah papasan sama Sky yang lagi bareng monyetnya. Berniat akan menghapus semua perasaan dia sama Sky, ini terakhir dan selamanya tidak akan lagi berharap pada satu kesempatan yang tidak akan pernah nyata. Dia akan menghilangkan semua rasa dengan menikmati malam yang dingin di Bogor dimana tempat keluarga besarnya tinggal, dimana tempat kakek neneknya membesarkan orang tuanya.
"Boleh, jam berapa?." Genta balas kilat layaknya petir kala hujan. Dia mengurungkan niatnya untuk tidak akan lagi mencoba mendekati Sky. Apa mungkin ini kesempatannya pikir Genta. Tidak juga ada balasan dari Sky. Tapi tanpa menunggu balasan, Genta langsung tancap gas balik lagi ke Bandung. Urusan gagal atau tidak belakangan, yang penting usaha. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar